Minggu Biasa V
Bacaan I : Yes. 6:1-2a.3-8
Bacaan II : 1 Kor. 15: 1-11
Injil : Luk. 5: 1-11
Ketiga bacaan suci hari ini mengantar kita untuk merenungkan dan menyadari panggilan kita, misi kita dan tugas kita sebagai orang-orang beriman.
Penglihatan Yesaya dalam bacaan pertama mengindikasikan dasar iman kita. Kemuliaan Allah yang tampak dan pujian para serafim merupakan sebuah gambaran Keagungan Allah, sang Raja Agung, Tuhan Semesta alam. Maka isi pujian para serafim digaungkan demikian : Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya.
Pujian para seraphim ini adalah sebuah pemakluman akan kemuliaan Allah yang mengatasi kemuliaan duniawi manapun di dunia. Di hadapan kemuliaan Allah inilah kita manusia datang kepadanya dan mengagungkan-Nya serta memohon kerahiman-Nya.
Kontras dengan kemuliaan Allah, Yesaya ternyata mendapati dirinya sebagai orang yang tak pantas di hadapan Allah. Dua kenyataan ini; Kemuliaan Allah dan kedosaan manusia hanya dapat dijembatani oleh kerahiman Allah. Maka dalam bacaan pertama kita mendengar tentang bara yang dioleskan ke bibir Yesaya sebagai kerahiman Allah sendiri yang memurnikan Yesaya.
Proses inilah yang menjadi dasar utama perutusan Yesaya sebagai nabi penyambung lidah Allah.
Dalam bacaan kedua Paulus mengurai pengalaman perjumpaannya dengan Yesus yang menjadikannya Rasul.
Perjumpaan Paulus dan Yesus adalah perjumpaan antara Allah yang mulia dan Paulus yang penuh dosa. Kemuliaan Allah nampak lewat cahaya yang kemudian membutakan mata paulus. Cahaya itu menjadi cahaya pemurni bagi Paulus. Pemurnian inilah yang menjadi titik balik kehidupan Paulus dari penganiaya jemaat menjadi rasul bangsa-bangsa.
Kisah paulus ini mengandung unsur penting jati diri manusia yang bertobat.
Kerahiman Allah menjadi jembatan yang memungkinkan Paulus untuk dapat kembali ke jalan yang benar.
Kerahiman Allah memampukan Paulus memiliki hidup yang baru.
Nuansa kemuliaan Allah bagi Petrus nampak secara lebih nyata. Medan kegagalannya justru menjadi tempat Allah menampakkan kemuliaan-Nya.
Petrus yang membasuh jala di tepi pantai menandakan batas usaha manusiawinya. Dengan membersihkan jala, Petrus sesungguhnya memaksimalkan usaha manusiawinya agar dia dapat menangkap ikan dengan jala yang bersih. Dalam keadaan demikianlah, kemuliaan Allah dinyatakan atasnya dengan sebuah perintah : Bertolaklah ke tempat yang dalam.
Jauh di luar dugaan manusiawinya, Petrus justru memperoleh tangkapan yang begitu hebatnya. Tangkapan yang banyak ini, dilihat Petrus dengan mata iman, maka dengan tegas ia menyatakan diri-nya sebagai manusia berdosa dihadapan Allah.
Bagi Petrus, tangkapan yang ia peroleh bukan atas kemampuan manusiawinya semata, melainkan sebuah misteri Allah.
Petrus sebagaimana Yesaya dan Paulus sama-sama melihat kemuliaan Allah yang menggerakkan dan mengubah arah hidup mereka.
Yesaya kemudian menjadi nabi besar yang masyur dalam sejarah Israel dan dalam tradisi perjanjian lama; Paulus terkenal dengan perjalanan misionernya dan Petrus menjadi pemimpin para rasul dan sekaligus Paus pertama dalam Gereja.
Ketiga bacaan yang kita uraikan di atas memberikan kepada kita cara pikir baru tentang hidup ini.
Pesan-pesan suci hari ini mengajak kita untuk melihat hidup kita secara berbeda dari sisi pandang Allah.
Di hadapan Allah kita memang senantiasa tampil sebagai orang-orang yang terluka karena dosa-dosa kita. Sekalipun demikian, tidak ada alasan bagi kita untuk tetap hidup demikian sebab kemuliaan Allah senantiasa menampakkan kerahiman-Nya pula.
Kerahiman itulah yang menggerakan kita untuk berjalan menuju hidup yang baru. Dasar utamanya adalah penyerahan diri. Dalam hal ini kita dapat belajar dari Yesaya yang membiarkan dirinya dimurnikan, Paulus yang taat pada suara ilahi yang menyuruhnya untuk pergi dan menemui Ananias dan Petrus yang bersedia untuk bertolak ke tempat yang dalam.
Allah punya cara untuk menggerakan manusia agar dapat pulih dan kembali pada kehidupan sejati. Tugas kita adalah menyerahkan diri pada proses Allah. SEMOGA.
AMIN.