Hari Minggu Biasa XV
Bacaan I : Amos 7:12-15
Bacaan II : Ef. 1: 3-14
Injil : Mrk. 6:7-13
Ketiga bacaan suci pada hari Minggu biasa XV hari ini memberikan kepada kita uraian tentang para utusan Tuhan. Mereka dipanggil, dibekali dan diutus untuk menyampaiakan firman Allah. Firman-Nya haruslah yang paling utama dalam karya perutusan itu segala dan yang lain akan ditambahkan-Nya seturut yang diperlukan.
Amos seorang peternak dan pemungut buah ara. Pekerjaanya merupakan jenis pekerjaan yang menunjukkan kelas sosial Amos. Sebagai gembala, hidupnya bergantung pada majikannya dan sebagai pemungut buah ara, ia bergantung pada alam. Dengan latar profesi inilah Allah memanggil dan mengutusnya untuk mewartakan firman Tuhan kepada Israel. Panggilan dan perutusan Amos sesungguhnya menjadi pembeda dalam karya pewartaan seorang nabi. Allah tidak membutuhkan kriteria materil untuk menetapkan utusannya. Allah tidak pula memerlukan status sosial dalam memilih utusan-Nya. Hal ini sesungguhnya sangat kontras dengan konteks para Imam yang menamakan diri sebagai pelayan Allah, hidup berkecukupan tetapi lupa akan Allah. Amos membela jati dirinya yang dipandang rendah oleh Amazia. Ia dengan kelas sosial yang demikian dianggap hanya sekedar mencari makan lewat nubuatnya, sebaliknya ia mempresentasikan diri sebagai utusan Allah yang diutus dalam kemiskinannya.
Dengan itu, ia hendak menegaskan posisi misinya yakni hanya untuk Tuhan (Yahwe). Dengan terlepasnya Amos dari segala ikatan duniawi, (materil, jabatan sosial, ambisi pribadi) maka Amos dapat dengan lantang memberitakan penghukuman bagi Israel. Harta yang dibagikan Amos adalah firman Allah. Perjuangan pewartaan Amos adalah agar Israel kembali ke jalan yang benardan bertobat sehingga tidak dihukum Allah. Ia mewarta agar Israel dapat kembali memperoleh status istemewanya di hadapan Allah. Dengan ini perjuangan Amos tidak ditujukan kepada dirinya tetapi kepada Israel dan kepada Allah.
Tugas sebagai utusan ditampilkan secara berbeda dalam perutusan para murid Yesus. Pertama: Ia mengutus para murid berdua-dua. Dalam konteks sosial Yahudi, kesaksian yang berasal dari dua orang dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Para murid diutus untuk bersaksi tentang kerajaan Allah. Dengan kesaksian dua utusan maka secara sosiologis pewartaan mereka dapat diterima. Berdua-dua juga dapat dimaknai sebagai Jalan bersama, berdampingan, sepenanggungan dalam tugas dengan itu terjadilah saling melengkapi. Kedua: mengusir roh-roh jahat. Sebagaimana dialami Yesus, para murid juga dihadapkan dengan kuasa duniawi yang kapan saja dapat meruntuhkan misi para murid. Perutusan para murid adalah menghalau kuasa duniawi yang juga mengundang manusia kepada kebinasaan. Ketiga: Jangan membawa apa-apa. Yesus menginginkan agar para murid terlepas dari orintasi manusiawi.
Bekal utama karya pewartaan adalah firman Allah. Dengan Firman Allah inilah, dunia dapat didamaikan dengan Allah. Semua harta benda manusiawi akan lenyap, sedangkan firman Allah selalu tetap. Maka firmannya harus menjadi yang utama dalam karya pewartaan. Segala sesuatu yang lain akan ditambahkan Allah. Sabda Yesus ini paralel dengan situasi Amos dalam perutusannya. Ia diutus dengan kondisinya yang sederhana, miskin. Ia diutus mutlak untuk menyampaikan firman Tuhan. Perutusan Amos dan para murid Yesus adalah suatu bentuk usaha kelepasan prioritas manusiawi. Bukan kehendak manusiawi yang ditonjolkan tetapi kendak Allah-lah yang ditonjolkan.
Alasan perutusan dikemukakan oleh Paulus dalam bacaan kedua tadi. Perutusan adalah penyampaian kabar gembira Allah. Karunia Allah telah nyata bagi dunia. Yesus Kristus telah dianugerahkan kepada dunia. Maka kabar sukacita kehadiran Kristus perlu diwartakan kepada seluruh bangsa. Penebusan Allah harus nyata kepada seluruh bangsa manusia. Dengan karya pewartaan, Kristus semakin dikenal dan keselamatan Allah terus dimaklumkan kepada semua manusia. Allah senantiasa memenuhi para utusan-Nya dengan berkat yang berlimpah. Sebab dalam Allah segala sesuatu menjadi sempurna.
Kabar sukacita Allah kita terima setiap kali merayakan Ekaristi. Dalam liturgi Sabda Allah berbicara kepada kita lewat Sabda-Nya dan dalam liturgi Ekaristi, Allah menganugerahkan Putra-Nya menjadi santapan yang menghidupkan dan menyegarkan iman kita. Setelah mendengar Sabda-Nya dan makan tubuh-Nya, kita diutus Kristus untuk mewartakan kabar gembira keselamatan Allah. Seperti para murid kita diutus berdamping-dampingan. Di rumah: Sebagai suami dan Istri, Orang tua dan anak-anak. Di tempat kerja kita berdampingan dengan sesama teman sekerja. Di sekolah sebagai guru dan murid atau sesama murid. Dengan kehadiran saling berdampingan kita diharapkan mampu meneguhkan dalam kesaksian akan Kristus yang kita terima dalam Ekaristi.
Dalam karya pewartaan itu kita seperti Amos dan para murid, kita tidak dibekali dengan harta benda duniawi. Sebaliknya kita dibekali dengan Sabda dan tubuh Kristus yang kita terima. Dengan itu kesaksian kita mestinya adalah kehadiran Kristus sendiri yang senantiasa: mengusahakan kedamaian dalam keluarga, pengorbanan dalam pekerjaan, kerja keras dalam belajar dan ketulusan dalam menolong. Hal-hal ini bila kita amalkan dalam kehidupan kita, maka sesungguhnya kita telah menampakan kasih Kristus sendiri. AMIN

Renungan oleh Diakon Gaudensius Taninas