Oleh Diakon Gaudensius Taninas
Minggu Biasa XXII (Hari Minggu Kitab Suci Nasional)
Bacaan I : Ul. 4: 1-2. 6-8
Bacaan II : Yak. 1: 17-18.21b-22.27
Injil : Mrk. 7: 1-8.14-15.21-23
Bersama Gereja Indonesia kita memasuki bulan Kitab Suci Nasional. Tema yang direnungkan bersama tahun ini adalah Allah Sumber Keadilan. Tema ini memiliki pertalian erat dengan tema pada dua tahun sebelumnya yakni; Allah sumber harapan hidup baru (2022) dan Allah sumber kasih dan keselamatan (2023). Bersama seluruh Gereja, tema ini bermaksud mengajak seluruh umat untuk menyadari kehadiran Allah yang selalu bertindak adil: adil dalam memperlakukan alam dan adil dalam memperlakukan umat-Nya. Dua kitab yang menjadi landasan permenungan selama bulan kitab suci nasional ini adalah kitab Nahum dan Habakuk, yang merupakan kelompok nabi-nabi kecil. Dengan inspirasi kedua kitab ini, kita berziarah bersama untuk terus menemukan maksud Allah di setiap lorong kehidupan kita.
Memaknai tema BKSN tahun ini, bacaan-bacaan suci hari ini mengajak kita untuk menemukan keadilan Allah yang menjadi prinsip keseimbangan manusia. Dalam bacaan pertama Musa meperingatkan bangsa Israel tentang apa yang paling utama bagi mereka sebelum memasuki tanah terjanji. Periode terakhir Musa ini ia gunakan untuk membekali Israel sebelum memasuki tanah terjanji. Allah memelihara umat-Nya dengan sabda yang dijabarkan Musa dalam perintah-perintah Taurat. Keadilan Allah dinyatakan dengan mengganjari setiap orang yang menjalankan perintah-perintah-Nya. Ketetapan Allah ini merupakan identitas bangsa Israel, maka setiap orang yang mengikuti perintah Allah akan selamat, dan setiap orang yang tidak mentaatinya akan binasa. Keadilan Allah dalam konteks kitab ini adalah ketaatan mutlak pada hukum dan perintah-Nya. Siapa setia akan selamat dan siapa tidak setia akan binasa. Allah adil karena Ia memelihara Israel, memberi mereka makan, menuntun mereka ke tanah terjanji. Maka Israel-pun harus berlaku sama yakni bersedia mengikuti perintah-perintah-Nya.
Yesus dalam bacaan Injil memperluas konsep keadilan Allah. Bagi Yesus hukum taurat bukan sekedar perintah manusia melainkan perintah Allah sendiri. Jika hanya sekedar perintah manusia, maka hukum taurat hanya sekedar dandanan diri manusia. Hal ini nampak dalam diri kaum Farisi yang menggunakan label ketaatan terhadap Taurat sebagai cara agar mereka dapat memegahkan diri atas golongan orang Yahudi lainnya. Dengan cara demikian, hukum Allah bukanlah bentuk keadilan Allah seperti yang ditegaskan Musa, tetapi sekedar cara memegahkan diri. Keadilan Allah yang dinyatakan-Nya lewat Hukum, bagi Yesus adalah cara Allah menyucikan manusia, hati dan budi-nya. Dengan mentaati hukum, manusia bukan sekedar taat buta, tetapi menyatakan kesetiaanya pada Allah, manusia menyatakan kekecilanya di hadapan Allah, menyatakan ketakwaanya pada Allah. Dengan kesadaran ini, menjalankan hukum adalah sebuah ibadah karena manusia taat karena hatinya terbuka untuk menerima Allah menyucikan hidupnya. Dengan ini hukum bukan sekedar sebuah tradisi manusia tetapi lebih jauh, hukum adalah pemeliharaan Allah yang adil. Kesimpulan atas semuanya itu adalah yang masuk dari luar itu tidak menajiskan, yang keluar dari dalam, itulah yang menajiskan. Yesus mempertegas ini untuk menegaskan posisi hukum taurat dalam kehidupan orang Yahudi. Hukum taurat memungkinkan manusia memiliki relasi yang harmonis dengan Allah dan juga antar manusia. Hukum taurat menyucikan hati dan pikiran, sehingga produk hati dan pikiran disucikan. Dengan itu tingkah laku manusia dapat diarahkan ke hal yang benar. Maka perkataan Yesus ini bisa kita maknai demikian; bahwa sumber dosa itu bukan dari luar diri melainkan dari dalam diri. Contoh; ketika saya melihat bahwa tetangga saya memiliki banyak uang, lalu saya kemudian menyusun strategi untuk mencuri. Maka kesalahan bukan berada pada tetangga kita yang memiliki uang itu tetapi pada keinginan kita untuk mencuri. Itulah yang membuat kita berdosa. Hukum taurat dalam konteks penjelasan Yesus adalah mampu mengontrol keinginan-keinginan jahat itu dan mengarahkannya ke arah yang lebih baik. Itulah mengapa aspek internalisasi hukum lebih ditekankan Yesus.
Dalam bacaan kedua, rasul yakobus memberi arah lebih jauh. Keataatan terhadap Allah harus mendapat aplikasi nyata dalam kehidupan manusia. Firman Allah itu harus hidup. Firman Allah itu menyucikan manusia dan menggerakan manusia untuk berlaku adil terhadap sesamanya. Bagi Yakobus, setiap orang yang mendengarkan sabda Allah tidak sekedar taat tetapi perlu bergerak untuk melaksanakan firman Allah itu. Hal paling kongkrit adalah menolong mereka yang mengalami kesusahan. Keadilan Allah adalah bahwa Ia senantiasa memelihara umat-Nya. maka sebagai orang-orang beriman, kita adalah pelaku firman yang mana lewat kita Allah menyatakan kasih pemeliharaan-Nya kepada mereka yang menderita. Kepada kita Allah telah menyatakan firman-Nya. maka kitapun harus turut serta berkarya bersama Allah untuk menyucikan, dan menolong mereka yang membutuhkan.
Keutamaan yang kita peroleh dari bacaan-bacaan suci hari ini adalah; pertama, kita harus menyadari bahwa kitab suci adalah pernyataan kasih Allah. Kitab suci adalah firman Allah. Kedua; firman Allah dalam kitab suci bertujuan menguduskan hidup kita. Dengan membaca dan merenungkannya, hidup kita dikuduskan. Ketiga; firman itu membentuk karakter beriman kita, menjadikan kita sarana kasih Allah sendiri. Keempat; firman Allah itu firman yang hidup, maka setelah membaca firman Allah, kita perlu bertindak terutama dengan mencintai dan merangkul mereka yang lemah. AMIN