Hari Kakek-Nenek dan Lansia Sedunia
Miggu Biasa XVII
Bacaan I : Raj. 4: 42-44
Bacaan II : Ef. 4: 1-6
Injil : Yoh. 6: 1-15
Pada hari Minggu Biasa yang ke-17 ini, oleh Paus Fransiskus ditetapkan sebagai hari kakek-nenek dan lansia sedunia.
Gereja Katolik universal merayakanya untuk ke-4 kalinya setelah dimulai pada tahun 2021 yang lalu.
Pada tahun ini, tema yang diusung adalah: “Jangan membuang aku pada masa tuaku” (Mzm. 71: 9) lanjutan kutipan ayat ini adalah: “Jangan meninggalkan aku bila kekuatanku habis”.
Paus Fransiskus mengungkapkan alasan penetapan hari kakek nenek dan lansia sedunia demikian: “kita lupa melestarikan warisan yang mereka berikan. Untuk alasan ini, saya memutuskan untuk menetapkan hari kakek nenek dan lansia sedunia”.
Dalam pesan hari kakek-nenek dan lansia sedunia tahun ini, Paus berpesan: “dengan menghargai kharisma kakek-nenek dan orang lanjut usia, serta kontribusi mereka terhadap kehidupan Gereja, hari kakek-nenek sedunia berupaya untuk mendukung upaya setiap komunitas gerejawi untuk menjalin ikatan antar generasi dalam memerangi kesepian dengan kesadaran bahwa seperti dalam kitab Suci: “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja” (kej. 2: 18). Oleh karena itu, keluarga dan komunitas gerejawi dipanggil untuk berada di garis terdepan dalam mempromosikan budaya perjumpaan dan memciptakan ruang untuk berbagi, mendengarkan, memberi dukungan dan kasih sayang” dengan demikan cinta Injil menjadi kongkrit.
Kesepian bukan sekedar kesendirian yang adalah situasi sosiologis seorang manusia. Kesepian secara psikologis merupakan suatu keterasingan dalam sebuah komunitas oleh karena alasan tertentu. Kesepian macam inilah yang dialami oleh para lansia di usia senja mereka.
Gereja mengajak kita untuk membina kesinambungan antar generasi dengan tetap saling merawat dalam komunikasi dan cinta yang tulus.
Kesinambungan antar generasi seturut bacaan-bacaan suci hari ini dibina atas dasar Iman.
Elisa ketika diberikan roti dan gandum tidak melihat itu sekedar makanan melainkan berkat Allah yang harus dialirkan kepada orang lain. Cara ini sebenarnya bermuara pada sebuah nilai bahwa Allah akan menyempurnakan yang kecil dan sedikit itu.
Roti dan gandum itu adalah aliran cinta Allah yang diberikan untuk dinikmati secara bersama. Sekecil dan sesedikit apapun perolehan itu, Allah akan mencukupkanya.
Semua bergerak dari kepedulian dan cinta, maka Allah akan menyempurnakannya.
Kita telah menerima warisan iman dari generasi sebelumnya. Maka kita mempunyai kewajiban yang sama untuk terus mengusahakan suatu kehidupan yang berlanjut dengan tetap memelihara kesatuan antar generasi. Keberlanjutan, kesinambungan, seturut ajaran Paulus ditempuh dengan hidup berpadanan (berdampingan) dalam panggilan sebagai anak-anak Allah.
Kualitas-kualitas moral seperti: rendah hati, lemah lembut, sabar, saling membantu, berusaha memelihara kesatuan dalam roh. Semua kualitas moral ini menjadi elemen utama yang dapat menjembatani manusia antar generasi. Kriteria moral yang demikian merupakan suatu ekspresi iman. Bahwa iman yang satu dan sama itu menjadikan kita satu tubuh yakni tubuh mistik Kristus. Maka merawat antar generasi adalah suatu bentuk merawat iman yang mana melalui iman itu, kita telah dihantar pada peradaban iman yang sekarang.
Yesus dalam bacaan Injil hari ini menampilkan aspek puncak bagaimana meramu suatu kehidupan yang berlanjut.
Yesus setelah mengajar, memberi makan kira-kira 5000 orang laki-laki. Tindakan memberi makan merupakan suatu ungkapan kasih dan cinta-Nya. Kebesaran Allah nyata karena Yesus terlebih dahulu peduli dan mencintai orang-orang yang datang kepada-Nya. Dengan lima roti dan dua ikan, ia sanggup memberi makan 5000 orang.
Kisah ini sesungguhnya menjadi suatu introduksi awal akan diri Yesus sebagai roti hidup.
Kasih-Nya menghantar-Nya pada puncak pemberian diri yakni menyerahkan diri-Nya sebagai makanan yang pertama-tama menyatukan, kedua menyelamatkan dan ketiga menghidupkan. Dengan tubuh-Nya Ia menyatukan semua orang yang tercerai-berai karena dosa, korban-Nya itu menyelamatkan semua manusia dari kuasa dosa, dengan memberikan tubuh-Nya sebagai makanan, Yesus memberikan bekal kehidupan kepada dunia.
Bacaan-bacaan suci hari ini sesungguhnya mengarahkan kita pada perayaan hari kakek-nenek dan lansia sedunia. Generasi manusia akan terus bergulir. Ketika yang lain lahir maka yang lain harus segera pergi. Perguliran ini sesuatu yang natural, begitu terus sampai akhir dunia. Dalam perguliran ini yang tetap adalah iman.
Warisan iman adalah peninggalan paling berharga yang diwariskan oleh generasi tua; Harta dapat menjamin hidup didunia sedangkan iman menjamin sampai hidup kekal.
Dengan bacaan-bacaan suci hari ini kita diajak untuk tetap memelihara kesatuan dalam iman. Kesatuan itu terutama dengan generasi yang dahulu, mereka yang telah lanjut usia yang sedang berada di sekitar kita.
Kepedulian Yesus dengan memberi orang-orang makan merupakan cerminan kasih bukan sekedar memberi makan melainkan memberikan diri untuk merawat dan memelihara mereka dengan penuh kasih.
Kita ini manusia dengan martabat luhur, kualitas kita tidak akan luntur karena fungsi kita menurun. Dalam keadan apapun kemanusiaan akan tetap melekat, maka merawat dan memperhatikan mereka yang lanjut usia adalah kasih akan kemanusiaan, suatu hal yang paling istimewa dari segala makhluk.
Kehadiran dan cinta kita merupakan bentuk kasih tulus yang menegaskan martabat itu, dengan demikian seturut seruan paus: manusia (terutama para kakek-nenek dan lansia) tidak lagi jatuh dalam ancaman kesepian dan perasaan terbuang. AMIN
Renungan oleh Diakon Gaudensius Taninas