Skip to content
Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Pelayanan Pastoral Digital

  • Salam
  • Info Paroki
    • Profil Singkat
    • Sejarah Singkat
    • Tim Pastores & Karyawan
  • Sakramen
    • Sakramen Baptis
    • Sakramen Rekonsiliasi
    • Sakramen Ekaristi
    • Sakramen Penguatan
    • Sakramen Perkawinan
    • Sakramen Pengurapan Orang Sakit
    • Sakramen Imamat
  • Ibadat
  • Komunitas
    • Lembaga Hidup Bhakti
    • Kelompok Kategorial
  • Dokumen
  • Donasi
  • Kontak Kami
Renungan Mingguan

Yang Dipersatukan Allah Jangan Diceraikan Manusia

Okt 5, 2024

Diakon Gaudensius Taninas

Minggu Biasa XXVII
Bacaan I : Kej. 2: 18-24
Bacaan II : Ibr. 2: 9-11
Injil : Mark. 10: 2-16

Kesepadanan manusia menjadi tema utama dalam bacaan pertama. Allah menghendaki manusia memiliki teman hidup yang sepadan. Kesepadanan itu tidak didapat dalam segala binatang lain. Kesepadanan itu nampak dalam diri seorang perempuan. Adam melihat cermianan dirinya yang lain dalam diri perempuan yang dibawa Allah kepadanya sehingga ia berkata; inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Kesepadanan ini menjadi dasar perkawinan natural, yakni seorang laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya menjadi satu daging. Konsep kesepadanan memungkinkan laki-laki untuk hidup saling berdampingan dengan seorang perempuan dan menjadikan mereka bersatu sebagai satu daging. Kesepadanan perempuan dan laki-laki bagi Yohanes Paulus II dalam konsep Teologi Tubuh menjelaskan bahwa, kesepadanan laki-laki dan perempuan lahir dari kenyataan bahwa manusia itu diciptakan segambar dengan Allah. Gembar Allah tidak melekat pada pribadi sebagai laki-laki atau perempuan, melainkan melekat pada pribadi manusia. Maka dalam Kej. 1:27 hal itu ditegaskan demikian Allah menciptakan manusia, menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Kesepadanan manusia inilah yang memungkinkan manusia bebas untuk memberikan diri mereka kepada satu sama lain sebagai pasangan. Panggilan mereka (laki-laki dan perempuan) untuk menjadi pasangan adalah bahwa mereka menerima hidup dan tubuh mereka sebagai hadiah. Hadiah itu dimaksudkan agar laki-laki dan perempuan hidup saling memberi diri dengan pasangan mereka. Inilah wujud kongkrit kesepadanan. Kesepadanan berpuncak pada pemberian diri.  Inilah yang dikenal sebagai perkawinan natural yang sejak semula telah dikehendaki Allah.

Kesepadanan inilah yang menjadi dasar jawaban Yesus terhadap orang-orang Farisi. Di hadapan polemik para Farisi soal perceraian, Yesus menampilkan desain dasar konsep perkawinan yang dikehendaki Allah. Allah menjadikan manusia laki-laki dan perempuan untuk tujuan persatuan kodrati yakni kesatuan daging. Kesatuan ini karena dikehendaki oleh Allah sendiri maka kesatuan itu bersifat kekal dan hanya maut yang memisahkan; Apa yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia. Karakter perkawinan demikianlah yang ditegaskan Gereja dalam ajarannya tentang perkawinan Katolik. Persatuan seorang laki-laki dan perempuan dalam sebuah perkawinan bersifat kekal karena memang demikianlah yang dikehendaki Allah sejak semula. Kesepadanan manusia dalam desain penciptaan Allah memuncak dalam perkawinan sebab dengan itu laki-laki dan perempuan saling memberi dan menerima dalam kesatuan daging dan pada saat yang sama terbuka pada kehidupan yang baru.

Gereja Katolik meresmikan perkawinan setiap pasangan sebagai Sakramen. Dengan meresmikan perkawianan, laki-laki dan perempuan saling menguduskan dalam suatu hubungan kasih yang mesra. Perkawianan seorang laki-laki dan seorang perempuan menggambarkan hubungan Kristus dan Gereja. Kasih dan kesetiaan merupakan elemen perekat relasi kasih ini. sebagaimana Kristus mencintai Gereja sampai mengorbankan diri-Nya, demikian suami dan istri juga tetap membina kehidupan perkawinan mereka dalam kasih yang total dan pengorbanan yang tulus. Penulis surat Ibrani menyebut Karya pengudusan Kristus terjadi melalui kasih yang sempurna dalam Salib. Dengan kasih yang sempurna itu, Ia memimpin semua orang kedalam kesatuan dengan Bapa. Dengan demikian kasih perkawinan adalah kasih yang tulus seperti kasih Kristus akan Gereja-Nya. Kasih suami istri-adalah kasih yang menghantar pada kesatuan bersama Bapa.
Dengan demikian kita sebagai orang Katolik diajak untuk menyadari hakekat diri kita. Panggilan perkawinan sejak semula dikehendaki oleh Allah dan bukan atas dasar keinginan manusia. Gereja mengakui perkawinan itu kudus dan mesti dipelihara sebagai suatu hubungan yang tak terceraikan. Sebagaimana Kristus mencintai Gereja dan menguduskannya, demikian pasangan suami istri juga mestinya memupuk semangat kasih Kristus dan bertindak dengan saling menguduskan sepanjang hidup mereka. Semoga AMIN

Navigasi pos

Iman Menggerakkan Persaudaraan
Hidup Kekal Tidak Dapat Dibeli

Related Post

Renungan Mingguan

Kasih Dibangun Dalam Perjumpaan

Nov 4, 2024
Renungan Mingguan

Yesus Putra Daud Kasihanilah Aku

Okt 26, 2024
Renungan Mingguan

Hidup Kekal Tidak Dapat Dibeli

Okt 12, 2024

Info Lain

Berita

Uskup Agung Kupang tetapkan Stasi St. Petrus Manulai II Menjadi Kuasi Paroki, RD Andre J. Alo’a sebagai Pastor Kuasi Paroki

Juni 15, 2025 sanjose.nkt
Berita

Perayaan Ekaristi Hari Raya Pentakosta 2025

Juni 8, 2025 sanjose.nkt
Berita

Perayaan Ekaristi Kenaikan Tuhan Yesus Kristus Tahun 2025

Mei 29, 2025 sanjose.nkt
Info Paroki

Rekoleksi dan Meditasi Bersama THS-THM, Pemuda Katolik, dan Mahasiswa STIPAS KAK

Mei 29, 2025 sanjose.nkt
Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Pelayanan Pastoral Digital

Proudly powered by WordPress | Theme: Newsup by Themeansar.