Skip to content
Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Pelayanan Pastoral Digital

  • Salam
  • Info Paroki
    • Profil Singkat
    • Sejarah Singkat
    • Tim Pastores & Karyawan
  • Sakramen
    • Sakramen Baptis
    • Sakramen Rekonsiliasi
    • Sakramen Ekaristi
    • Sakramen Penguatan
    • Sakramen Perkawinan
    • Sakramen Pengurapan Orang Sakit
    • Sakramen Imamat
  • Ibadat
  • Komunitas
    • Lembaga Hidup Bhakti
    • Kelompok Kategorial
  • Dokumen
  • Donasi
  • Kontak Kami
Renungan Mingguan

“Anima mea Dominum, et exultavit spiritus meus in Deo salutari meo”

Agu 17, 2024

HR Santa Maria Diangkat Ke Surga, HM Biasa XIX.
Bacaan I : Why 11: 19a; 12: 1-6a. 10ab. Bacaan II : 1Kor 15: 20-26. Bacaan Injil : Luk 1: 39-56


Oleh: Diakon Grey Kanaf

Pada tahun 1950 Paus Pius XII mengumumkan dogma ajaran katolik tentang Maria diangkat ke surga: “Adalah kebenaran iman yang diwahyukan Allah, bahwa Maria Bunda Allah yang selalu perawan, sesudah akhir hidupnya di dunia, diangkat ke kemuliaan surgawi dengan raga dan jiwanya”. Inilah kenyataan yang menurut iman kepercayaan kita dirayakan untuk menghormati Maria yang diangkat ke surga. Marilah hari ini kita bersama merenungkan apa arti pesta Maria diangkat ke surga, yang sebenarnya jatuh pada tanggal 15 Agustus setiap tahun.

Intisari pesta Maria ini adalah, bahwa apa yang dialami oleh Maria, menurut ajaran Gereja merupakan masa depan kita semua sebagai manusia. Maria adalah dia yang digambarkan dalam Kitab Wahyu ketika penulis berbicara tentang perempuan dan naga. Lewat perlindungan Allah kepada wanita itu, yang adalah Maria, lahirlah Kristus sang Penyelamat dan gembala agung umat manusia. Karena begitu istimewanya Maria, Allah melindunginya dan kemudian ia ikut ambil bagian dalam kemuliaan surga bersama PuteraNya terkasih.
Penginjil Lukas pada hari ini menampilkan kekayaan yang begitu luar biasa tentang Maria.
Ada dua bagian besar yang terdapat dalam kisah Injil pada hari ini. Pertama, pertemuan persaudaraan antara Maria dan Elisabet (Luk. 1:39-45). Kedua, Kidung Magnificat Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan” (Luk 1:46-55).
Mari kita menyelaminya bersama-sama.
Pertama, ada dua orang perempuan, yang mengalami intervensi Allah dalam diri masingmasing. Elisabet yang kena aib, yaitu sampai tua tidak beranak, kini sedang mengandung, dan akan melahirkan Yohanes Pembaptis. Maria yang juga mengandung muda, yang mengalami hari-hari pahit tentang keadaannya yang hamil menghadapi Yusuf.
Maria itu tidak segan, meskipun mengandung menempuh jarak jauh dari daerah Galilea di utara menuju ke rumah Zakharia suami Elisabet di daerah Judea di selatan.
Seperti jelas terungkap di dalam Injil Lukas, Maria membiarkan, atau mempersilahkan Roh Kudus berkarya di dalam kandungannya. “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu!”.
Karya Roh Kudus inilah juga yang mendorong Maria mengunjungi Elisabet. Dan ketika ia tiba bertemu dengan Elisabet, bergerak dan melonjak kegiranganlah anak dalam kandungan Elisabet. “Berbahagialah dia yang telah percaya, sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana”, demikianlah sambutan Elisabet kepada Maria. Dan tanggapan Maria itu diungkapkan dalam bentuk Kidung “Magnificat”. Jiwaku mengagungkan Tuhan!

Perjumpaan Maria dan Elisabeth juga memuat sebuah pengakuan dari Elisabeth sendiri: “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?”. Dengan pertanyaan ini, Elisabeth mengakui dan memaklumkan bahwa di hadapannya bediri Ibu Tuhan, Bunda Mesias.
Juga bayi yang di dalam kandungan Elisabeth memberi kesaksian yang sama: “Bayi di dalam rahimku melonjak kegirangan”. Di samping itu pula, Elisabeth memberikan salam yang penuh makna dan fundamental: “diberkatilah dia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan
kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana”. Kata-kata ini dapat dihubungkan dengan sebutan salam dari Malaikat kepada Maria: “Salam hai engkau yang dikaruniai; penuh rahmat;
kecharitomene”.

Episode kunjungan Maria kepada Elisabeth ini juga sarat akan perspektif Kristologis dan Mariologis. Perbandingannya dapat ditemukan dalam kisah tentang Daud yang membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Dengan adanya kemiripan dari dua kisah ini (walaupun tidak memiliki motif intensional satu sama lain), penginjil Lukas secara pasti bermaksud untuk menghadirkan Maria, baik sebagai puteri Sion yang sejati, maupun sebagai Tabut Perjanjian yang hidup, sebagai realisasi dari model Perjanjian Lama. Sesungguhnya dalam episode ini, anak yang dalam kandungan Elisabeth, tidak hanya mengingatkan kita akan anak-anak Ribka (Kej 25:22) dan juga Daud yang menari-nari di depan Tabut Perjanjian (2Sam 6:6), melainkan juga akan loncatan tarian sukacita mesianik di antara kaum miskin.

Kedua, Iman dan sikap dasar hidup Maria terungkap dalam Kidung Magnificat. Ini adalah sebuah nyanyian pujian orang-orang Kristen Yahudi yang dikenakan pada bibir Maria,
memperkenalkan nilai revelatif dan kerigmatis dan sekaligus menggarisbawahi di dalam bentuk puitis apa yang telah Elisabeth ekspresikan dengan kata-kata biasa yang singkat. Nyanyian pujian ini mengangkat teologi paling tua tentang Maria, yang sekaligus memberikan kesaksian tentang kekristenan awal yang menantikan Bunda Allah. Magnificat juga merayakan janji-janji Perjanjian Lama; menantikan datangnya Mesias dari keturunan Daud, Anak Allah dan
Juruselamat, sebagai peristiwa menentukan yang membawa sukacita besar.

Dalam Magnificat itu terungkaplah pujian Maria kepada Allah, yang datang untuk menyelamatkan manusia. Tuhan menyayangi orang kecil, sehingga orang kecil menjadi besar di mata orang banyak! Jangan ditafsirkan seolah-olah akan terjadi perubahan besar: orang miskin menjadi kaya, dan orang kaya menjadi melarat. Isi kidung Magnificat lebih mendalam. Magnificat mewartakan kemuliaan dan keagungan Allah, sebab justru Ia tidak segan mendekati orang kecil. Kebesaran kasih-Nyalah yang merupakan keagungan Tuhan. Mengapa? Karena orang-orang yang sederhana, yang kecil, orang-orang yang nyaris tidak dikenal sesama, mereka itulah yang lebih dekat ingat dan bergaul dengan Tuhan! Sedangkan orang-orang yang serba bercukupan tergoda untuk lebih dekat dan lebih ingat akan miliknya, walaupun sebenarnya segala miliknya adalah pemberian Allah. Isi Kidung Magnificat yang diucapkan Maria itu dahulu dalam Perjanjian Lama juga diungkapkan oleh Hana (1 Sam 2:1-10), sebagai kenangan akan perlindungan dan pendampingan-Nya terhadap bangsa Israel yang ditindas dan dibuang. Tuhan sungguh membela orang-orang yang dikasihi-Nya melawan orang-orang besar yang menindas mereka.

Magnificat juga mengajarkan kepada kita, bahwa penderitaan, kemiskinan, ketidakadilan, aib dan ketidakberuntungan bukanlah suatu hukuman untuk kesalahan atau kelemahan. Hukuman juga tidak diturunkan kepada keturunan, yang tidak bersalah. Seolah-olah dosa adalah turun temurun, sehingga hukumannya pun turun temurun. Kidung Magnificat tidak mengikuti pandangan atau pikiran semacam itu! Bila demikian, apa pesan yang terdapat dalam Kidung Magnificat itu?

Pesan Magnificat ialah, bahwa orang-orang yang beruntungan hidupnya, serba kecukupan kebutuhannya dan tak berkekurangan apapun, janganlah bertolak-belakang dari titik tolak Allah sendiri. Allah yang serba sempurna, serba kuasa, serba cukup justru mendekati dan menolong orang yang berkekurangan. Maka siapapun yang tidak berkekurangan hendaknya berbuat seperti dilakukan Tuhan sendiri. Yakni berusaha jangan sampai orang kecil tetap kecil saja, bahkan makin terpelosok ke dalam kekurangannya! Itulah yang diungkapkan bahwa: “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah. Ia melimpahkan segala baik kepada orang-orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa”. Dengan demikian Magnificat mengajak semua orang yang merasa beruntung agar diberkati Tuhan dengan penggunaan kelebihan mereka, yaitu bukan untuk menikmatinya sendiri, melainkan untuk memungkinkan sesamanya dapat ikut merasakannya, sehingga mereka juga dapat hidup dengan bahagia. Kidung Magnificat sungguh bukan menawarkan suatu teologi (ajaran agama), yang menjungkirbalikkan nasib manusia, melainkan untuk menunjukkan suatu pegangan, untuk meluruskan pandangan sikap hidup kita yang benar dan adil.

Maria Bunda Yesus mengungkapkan keyakinan imannya dan sikap dasar hidupnya. Ia sungguh orang yang “mendengarkan firman Allah dan memeliharanya”. Maka ia diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Kita pun dapat dan akan mengalaminya, apabila kita hidup menurut teladannya. Rasul Paulus dalam bacaan kedua telah menyingkapkan bahwa: “Sebab sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan dalam persekutuan dengan Kristus.” Amin.

Navigasi pos

Roti Hidup Sumber Yang Mengalirkan Rahmat
Tuhan, Kepada Siapa Kami Akan Pergi? Sabda-Mu adalah Sabda Kehidupan Kekal

Related Post

Renungan Mingguan

Kasih Dibangun Dalam Perjumpaan

Nov 4, 2024
Renungan Mingguan

Yesus Putra Daud Kasihanilah Aku

Okt 26, 2024
Renungan Mingguan

Hidup Kekal Tidak Dapat Dibeli

Okt 12, 2024

Info Lain

Berita

Uskup Agung Kupang tetapkan Stasi St. Petrus Manulai II Menjadi Kuasi Paroki, RD Andre J. Alo’a sebagai Pastor Kuasi Paroki

Juni 15, 2025 sanjose.nkt
Berita

Perayaan Ekaristi Hari Raya Pentakosta 2025

Juni 8, 2025 sanjose.nkt
Berita

Perayaan Ekaristi Kenaikan Tuhan Yesus Kristus Tahun 2025

Mei 29, 2025 sanjose.nkt
Info Paroki

Rekoleksi dan Meditasi Bersama THS-THM, Pemuda Katolik, dan Mahasiswa STIPAS KAK

Mei 29, 2025 sanjose.nkt
Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Paroki Santo Yoseph Naikoten Kupang

Pelayanan Pastoral Digital

Proudly powered by WordPress | Theme: Newsup by Themeansar.